2010/05/31

EVALUASI BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK ASAP MINYAK GORENG

Oleh Anggi Bitho Lokmanto

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

A. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara “Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng” ini adalah

1. Menentukan bilangan peroksida dan titik asap pada minyak sawit baru A, sawit baru B, sawit bekas panas B, sawit baru ditambah air A dan sawit baru ditambah air B..

2. Mengetahui pengaruh bilangan peroksida dan titik asap terhadap kualitas minyak goreng.

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan bahan

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi (Wikipedia, 2010).

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika (Anonima, 2008).

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan, sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang 8 mm. selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity dan spreadability, sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit (Farida, 2008).

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2% pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5% FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1% - 22,2% (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7% - 2,1% (terendah) (Anonimb, 2008).

Standar mutu untuk pemasaran kelapa sawit, minyak inti sawit, dan inti sawit secara lebih terinci tersaji dalam Tabel 21.

Tabel 21. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit

Karakteristik

Minyak Sawit

Inti Sawit

Minyak Inti Sawit

Keterangan

Asam lemak bebas

Kadar kotoran

Kadar zat menguap

Bilangan peroksida

Bilangan Iodine

Kadar logam (Fe, Cu)

Lovibond

Kadar minyak

Kontaminasi

Kadar pecah

5%

0,5%

0,5%

6 meq

44-58 mg/gr

10 ppm

3-4 R

-

-
-

3,5%

0,02%

7,5%

-

-

-

-

47%

6%

15%

3,5%

0,02%

0,2%

2,2 meq

10,5-18,5 mg/gr

-

-

-

-

-

Maksimal

Maksimal

Maksimal

Maksimal

-

-

-

Minimal

Maksimal

Maksimal

(Tim Penulis PS, 2000).

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).

Minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein. Akrolein adalah sejenis aldehid yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun. (Rusdy, 2008).

2. Teori yang mendasari

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non-ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji et. al., 1989).

Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak (Rohman, 2007).

Penentuan peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.

Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 2002).

Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik asap, titik nyala dan titik api adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng (Ketaren, 1986).

Titik asap minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kacang berkisar pada suhu 232°C jika kandungan asam lemak bebasnya 0,01% dan 93°C jika kandungan asam lemak bebasnya 100%. Tingkat ketidak-jenuhan hampir tidak mempengaruhi titik asap lemak (Fardiaz et. al., 1992).

Menurut dr. Saridian Satrix, ahli gizi dari RSU Bekasi menyatakan jika pada saat menggoreng terlihat minyaknya berasap maka itu menandakan titik lemak Jenuhnya sudah sangat tinggi dan menimbulkan akroleln. Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang cukup tinggi, yaitu di atas 250 derajat celcius. Namun bila minyak tersebut digunakan secara berulang-ulang, titik asapnya akan menurun sehingga akrolein semakin cepat terbentuk (Satrik, 2010).

Minyak yang telah terhirolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (Winarno, 2002).

C. Metodologi

1. Alat

a. Pipet tetes

b. Pipet 20 ml

c. Pipet 1 ml

d. Buret 50 ml

e. Gelas ukur 100 ml

f. Gelas piala 200 ml

g. Hot plate

h. Thermometer

i. Neraca analitik

j. Erlenmeyer 250 ml

2. Bahan

a. Minyak sawit baru A

b. MInyak sawit baru B

c. Minyak sawit panas A

d. Minyak sawit bekas panas B

e. Minyak sawit baru A ditambah air

f. Minyak sawit B ditambah air

g. Asam asetat glacial

h. Kloroform

i. KI jenuh

j. Aquadest

k. Na-tiosulfat 0,01N

3. Cara kerja

a. Penentuan Bilangan Peroksida


b. Penentuan Titik Asap


D. Hasil dan Pembahasan

1. Penentuan Bilangan Peroksida

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Angka Peroksida pada Minyak Goreng

Kelompok

Sampel

ml Na-tiosulfat

Angka peroksida

Rata-rata

1

Sawit Baru A

1

2

2,5

6

1,5

3

2

Sawit baru B

3

6

5,2

7

2,2

4,4

3

Sawit panas A

5,5

11

9

8

3,5

7

4

Sawit bekas panas B

2,5

5

6,5

9

4

8

5

Sawit baru A ditambah air

2,25

4,5

4,75

10

2,5

5

5

Sawit baru B ditambah air

5,1

9,6

10,3

10

5,5

11

Sumber : Laporan sementara

Pembahasan

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu dari minyak sawit adalah bilangang peroksida. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.

Pada praktikum kali ini dilakukan untuk menentukan besarnya nilai bilangan peroksida dari sampel minyak kelapa sawit yaitu minyak sawit baru A, minyak sawit baru B, minyak sawit panas A, minyak sawit bekas panas B, minyak sawit baru A ditambah air, minyak sawit baru B ditambah air. Minyak sawit ini dilakukan dengan metode iodometri. Proses ini diawali dengan mengambil sampel sebanyak 5 gr ke dalam erlenmeyer, ditambah dengan 30 ml pelarut (60% asam asetat glacial + 40% kloroform), dikocok sampai larut, ditambah 0,5 ml larutan KI jenuh, didiamkan selama 2 menit di ruang gelap sambil digoyang, ditambahkan 30 ml aquadest, kemudian dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,01 N. Penyimpanan di ruang gelap ditujukan untuk mengurangi pengaruh cahaya. Menurut Ketaren (1986), cahaya adalah akselerator terhadap timbulnya ketengikan, sedangkan kombinasi antara oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi.

Berdasarkan data penentuan bilangan peroksida yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa rata-rata bilangan peroksida dari tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah minyak sawit baru B ditambah air, minyak sawit panas, minyak sawit bekas panas B, minyak saawit baru B, minyak sawit baru A ditambah air, dan minyak sawit baru A. Bilangan peroksida tertinggi didapatkan pada sampel minyak sawit baru B ditambah air. Dengan adanya penambahan air akan menyebabkan tingkat kerusakan pada minyak. Faktor yang mempercepat kerusaka minyak adalah adanya cahaya, oksigen, air, dan panas.

Pada sampel minyak sawit panas A juga memiliki nilai bilangan peroksida yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya proses pemanasaan yang menyebabkan minyak akan cepat rusak yang menyebabkan penurunan mutu yang ditandai tingginya nilai bilangan peroksida.

Menurut Ketaren (1986), peroksida tidak terbentuk pada proses iradiasi dalam suasana vakum. Adanya air akan mempercepat pembentukan peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh, tetapi peroksida tidak terbentuk jika minyak mengandung bahan pengemulsi (misalnya gum ghatti dan dekstrin).

2. Penentuan Titik Asap

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Titik Asap pada Minyak Goreng

Kelompok

Sampel

Rata-rata Suhu oC

Rata-rata Waktu (Menit)

1

Sawit Baru A

143

21,15

6

2

Sawit baru B

157,5

24.31

7

3

Sawit panas A

151

10,38

8

4

Sawit bekas panas B

165

22.22

9

5

Sawit baru A ditambah air

134

12,30

10

5

Sawit baru B ditambah air

153

16,20

10

Sumber : Laporan sementara

Pembahasan

Pada penentuan titik asap pada minyak goreng ini, sampel yang digunakan sama seperti pada penentuan bilangan peroksida. Tujuan dari penentuan titik asap ini adalah untuk mengetahui mutu minyak goreng yang baik.

Pada penentuan titik asap ini dilakukan dengan memanaskan sampel minyak sebanyak 100 ml dalam gelas beker di atas hot plate hingga terbentuk asap tipis. Dari hasil pengamatan maka diperoleh data seperti yang tersaji dalam tabel 3.2. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa pada sampel Sawit baru B membutuhkan waktu pengasapan yang paling lama yaitu 24,31 menit. Hal ini dikarenakan minyak yang masih baru menunjukan mutu yang masih bagus yang ditandai dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik asap yang lama pada suhu 157,5 oC. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk asap akan menunjukkan bahwa semakin bagus kualitas dari minyak tersebut. Sampel minyak sawit panas B, waktu yang dibutuhkan untuk membentuk asap jauh lebih cepat yaitu 10,38 menit pada suhu 151oC. Hal ini dikarenakan minyak bekas telah mengalami pemanasan berulang dimana pemanasan berulang akan menyebabkan penurunan titik asap sehingga menurunkan kualitas minyak. Pemanasan berulang juga akan mengakibatkan perubahan oksidatif dan hidrolitik pada lemak dan mengakibatkan akumulasi substansi yang akan memberikan flavour yang tidak disukai pada makanannya.

Menurut Rusdy (2008), minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein. Bila minyak digunakan berulang kali, maka semakin cepat terbentuk akrolein sehingga membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya.

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara ”Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng” antara lain sebagai berikut:

1. Bilangan peroksida tertinggi diperoleh pada minyak sawit baru B ditambah air sebesar 10,3.

2. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin rendah kualitas dari minyak.

3. Titik asap yang paling lama adalah pada sampel minyak sawit baru B yaitu selama 24,31 menit.

4. Semakin lama waktu pemanasan untuk membentuk asap maka semakin bagus mutu minyak.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak antara lain adanya reaksi oksidasi dan hidrolisis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2008. Kelapa Sawit. http://www.wikipedia.org (diakses pada tanggal 15 Mei 2010).

Anonimb. 2008. Penggolongan/Klasifikasi dalam Komoditi Kelapa Sawit. http://www.regionalinvestmet.com (diakses pada tanggal 15 Mei 2010).

Fardiaz, Dedi, et. al. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Farida, Mutia Kemala. 2008. Minyak Kelapa Sawit. http://mutiakemalafarida.blog.com/2699199/ (diakses pada tanggal 15 Mei 2008).

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007. Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

Rusdy, Ekmal. 2008. Dioxin dan Jelantah Sang Pembunuh. http://www.riaupos.com/v2/content/view/4862/30/ (diakses pada tanggal 15 Mei 2008).

Saridian Satrix. 2010. Minyak Goreng Sehat Berdasarkan Tingginya Titik Asap. Dalam Batavias.co.id. (diakses pada tanggal 15 Mei 2010).

Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

LAMPIRAN 3

Analisis perhitungan

Sampel : Minyak sawit baru

Berat sampel = 5,12 gr

ml titrasi = 0,6 ml

ml blanko = 0,23 ml

miliekuivalen peroksida =

=

= 0,723