2010/03/31

What is Resistant Starch, and What Can It Do for Me

What is resistant starch?

As we have already learned, starch that we eat is digested at different rates. The starch in potatoes, cereals, and baked goods digests very rapidly. Other starchy foods, such as beans, barley, or long grained brown rice, are digested more slowly, and cause a much slower and lower blood sugar rise. Resistant starch actually goes all the way through the small intestine without being digested at all. In this way, it is more like fiber, and in some cases is classified and labeled as fiber.

What makes some starch resistant?

There are four types of resistant starch:
  1. Starch that is difficult for the digestive process to reach, often due to a fibrous "shell". Grains and legumes which are cooked intact are an example. Also, some altered starches, such as Hi-Maize corn starch, are in both this category and the next.

  2. Some foods, such as unripe bananas, raw potatoes, and plantains, have a type of starch which our digestive enzymes can't break down.

  3. Small amounts of resistant starch (about 5% of the total) are produced when some starchy cooked foods, such as potatoes and rice, are allowed to cool before eating.

  4. Manufactured resistant starch, made by various chemical processes. It is not known whether these starches have the same benefits as those in the other three groups.
Most starchy foods have at least a small amount of resistant starch in them.

Does resistant starch have calories?

Yes, but not in the way you would think, and less than regular starch. When resistant starch reaches the colon, it is used for fuel by the bacteria there. This process, called fermentation, produces a certain type of fat called short-chain fatty acids (SCFAs). It is these fatty acids which produce most of the calories from resistant starch, and many of the benefits. SCFAs are also produced by soluble fiber and oligosaccharides - this is the reason why on some food labels, some fiber is shown as having calories associated with it, but these calories do not raise blood glucose.

What are the benefits of resistant starch?

It seems that the more it is studied, the more positive effects are being found. Many of these are common to oligosaccharides and fermentable fiber. We will discuss fermentable fiber more in Part 5 of this series. Here are some of the benefits of resistant starch:
  • Resistant starch is especially associted with one type of SCFA, called butyrate, which is protective of colon cells and associated with less genetic damage (which can lead to cancer). Butyrate also protects the cells in other ways. This is one of the real strengths of resistant starch over oligosaccharides and soluble fiber. Their fermentation does produce butyrate, but not at the levels of resistant starch.
  • As with other fermentable fiber, resistant starch is associated with more mineral absorption, especially calcium and magnesium.
  • Perhaps most exciting for people with sugar issues, resistant starch seems to improve insulin sensitivity. In the so-called "second meal effect", fermentable fiber and resistant starch are associated with improved glucose tolerance the next day. There is evidence that this is caused by the presense of the short chain fatty acids, and by a peptide produced in the fermentation process.
  • Resistant starch produces more satiety, possibly partly through the release of a different peptide (PYY).
  • Resistant starch consumption is associated with lower cholesterol and triglyceride levels.
  • Promotes "good" bacteria, and supresses "bad" bacteria and their toxic products.
  • Promotes bowel regularity.
  • Resistant starch in a meal is associated with less fat storage after that meal.

What foods have resistant starch?

Beans are the very best food source. Although the types of beans and preparation methods cause varying amounts of resistant starch (canned beans are more glycemic), in general, the starch in beans is about evenly dividied between slowly-digested starch and resistant starch. Note, though, that products such as Bean-o, which increase the digestibility of beans, will also decrease the amount of resistant starch. List of Legumes

Whole, intact grains are decent sources of resistant starch. The starch in pearl barley is about 12% resistant and 43% slowly-digesting. Bulgar wheat and long grain brown rice are similar.

The starch in shirataki noodles is classified as soluble fiber, but it seems fairly close to resistant starch in composition, from what I can tell.

Hi-Maize corn starch is also a possibility. It can be used to substitute for part of the flour in baked goods. I've been experimenting with it. I've developed a recipe that is a variation on my flax meal bread. It produces a slightly lighter texture. I will report on my ongoing experiments. Hi-Maize can also be added to shakes. One source is available at King Arthur Flour. There is also resistant wheat starch, and other related products. I have not read as much research on their effects.

Page Two - References

2010/03/29

Pembuatan Sirup Glukosa dari Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dengan Metode Enzimatis

Pendahuluan

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat terutama perannya sebagai pemanis. Pemanfaatan gula selain untuk kebutuhan konsumsi secara langsung oleh konsumen baik sebagai pemanis maupun sebagai bahan tambahan, juga digunakan dalam proses produksi industri makanan dan minuman.

Kebutuhan gula Indonesia secara nasional pada tahun 2006 diperkirakan mencapai 3,8 juta ton, sementara produksi gula diperkirakan hanya sekitar 2,6 juta ton. Data ini menggambarkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia harus mengimpor gula sebanyak 1,2 juta ton (Susila, 2006).

Sampai saat ini peran gula sebagai pemanis masih didominasi oleh gula pasir (sukrosa). Berdasarkan kenyataan tersebut, harus diusahakan alternatif bahan pemanis selain sukrosa. Dewasa ini telah digunakan berbagai macam bahan pemanis alami dan sintesis baik itu yang berkalori, rendah kalori, dan nonkalori yang dijadikan alternatif pengganti sukrosa seperti siklamat, aspartam, stevia, dan gula hasil hidrolisis pati. Contoh gula hasil hidrolisis pati adalah sirup glukosa, fruktosa, dan maltosa.

Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75% (Sa’id, 1987).

Bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati, misalnya tapioka, sagu, pati jagung, dan pati umbi-umbian. Salah satu pati umbi-umbian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Menurut Bouwkamp (1985), ubi jalar mengandung 20% sampai 30% pati.

Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau gabungan keduanya (Judoamidjojo, Darwis, dan Sa’id, 1992).

Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu (Norman, 1981). Menurut Judoamidjojo et al. (1992), hidrolisis dengan asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan ekuivalen dekstrosa (DE) sebesar 55. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dihasilkan lebih sedikit abu dan produk samping, dan kerusakan warna dapat diminimalkan (Norman, 1981). Pada hidrolisis pati secara enzimatis untuk menghasilkan sirup glukosa, enzim yang dapat digunakan adalah α-amilase, β-amilase, amiloglukosidase, glukosa isomerase, pullulanase, dan isoamilase (Crueger dan Crueger, 1984).

Tahapan pembuatan sirup glukosa dengan cara hidrolisis menggunakan enzim terdiri dari gelatinisasi, likuifikasi, sakarifikasi, purifikasi, dan evaporasi. Tingkat mutu sirup glukosa yang dihasilkan ditentukan oleh warna sirup, kadar air, dan tingkat konversi pati menjadi komponen-komponen glukosa, maltosa, dan dekstrin, yang dihitung sebagai ekuivalen dekstrosa (DE).

Nilai ekuivalen dekstrosa (DE) sirup glukosa yang tinggi dapat diperoleh dengan optimalisasi proses likuifikasi dan sakarifikasi, sedangkan kadar padatan kering dan warna sirup glukosa yang sesuai standar (SNI) diperoleh dengan proses evaporasi. Proses evaporasi yang dilakukan pada kondisi non-vakum atau pada tekanan udara 1 atm (1×105 Pa) menyebabkan warnanya menjadi kecoklatan. Menurut Sa’id (1987), proses pemanasan pada sirup glukosa dapat menyebabkan pembentukan warna. Gula sederhana terutama dekstrosa mudah mengalami reaksi browning non-enzimatik (reaksi Maillard) yang menghasilkan warna coklat.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas AC putih (umur panen 4-5 bulan), enzim α-amilase (Liquozyme Supra produksi Novozymes A/S Denmark), enzim amiloglukosidase (Optimax 4060 VHP produksi Genencor International), air, karbon aktif, HCl 0,1N dan 4N, NaOH 0,1N, H2SO4 6N, akuades, indikator amilum 1%, larutan Luff Schoorl, larutan KJ 30%, asam sulfat pekat, Na thiosulfat 0,1N, larutan Pb-Asetat 5%, ethanol 40%, larutan Na2HPO4 5%.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah waterbath shaker, oven, rotary evaporator, magnetic stirer, neraca analitis, hand refraktometer, termometer, spektrofotometer, penyaring vakum, kertasWathman No 40, peralatan dapur, alat-alat gelas : gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, corong, pendingin balik, erlenmeyer, baker glass, pipet, batang pengaduk.

Pembuatan Sirup Glukosa

Pati ubi jalar ditimbang sebanyak 300 g, lalu ditambahkan air sebanyak 1000 ml untuk membentuk suspensi pati 30%. Suspensi pati ini memiliki pH awal 4,0-4,2. Suspensi pati kemudian diatur pH-nya antara 5,2-5,6 dengan cara menambahkan NaOH. Suspensi yang telah diatur pH-nya selanjutnya ditambahkan enzim α-amilase sebanyak 0,1 ml, sesuai dosis yang direkomendasikan oleh produsen (Novozymes A/S Denmark) yaitu 0,25-0,65 kg per ton pati. Suspensi kemudian dilikuifikasi, yaitu memanaskan suspensi pada suhu 95°C-105°C selama 120 menit. Selama proses ini dilakukan pengadukan yaitu dengan menggunakan magnetic stirer. Larutan dekstrin yang dihasilkan kemudian didiamkan sampai suhunya turun menjadi 60°C. pH larutan tersebut setelah likuifikasi berkisar antara 5,0-6,0. Larutan deksrin selanjutnya diatur pH-nya antara 4,0-4,5 untuk kondisi optimum enzim amiloglukosidase yaitu dengan menambahkan HCl. Larutan dekstrin ditambahkan enzim amiloglukosidase sebanyak 0,2 ml, sesuai dosis yang direkomendasikan oleh produsen (Genencor International) yaitu 0,40-0,80 kg per ton pati. Kemudian dilakukan proses sakarifikasi yaitu dengan cara menjaga suhunya tetap 60°C selama 24 jam yang dilakukan dengan mengunakanwater bath shaker. Larutan sirup glukosa yang dihasilkan pada proses sakarifikasi selanjutnya ditambahkan karbon aktif sebanyak 2% berat kering pati untuk dilakukan proses purifikasi yaitu dengan cara memanaskan larutan sirup ini pada suhu 80°C selama 10 menit. Setelah dilakukan pemurnian menggunakan karbon aktif, larutan sirup glukosa disaring menggunakan penyaringan vakum, kemudian dilakukan uji kadar gula pereduksi dengan metode Luff-Schoorl. Setelah itu dilakukan pemekatan menggunakan vacuum rotary evaporator pada tekanan udara vakum 31 kPa, dimana lama pemekatannya berbeda-beda bergantung kepada kadar padatan sirup yang tercapai sesuai SNI 01-2978-1992 yaitu 70°Brix.


Oleh : Feby Virlandia, STP

2010/03/23

Probiotik dan Prebiotik untuk Kesehatan

Senin, 28 Januari, 2002 oleh: Gsianturi
Probiotik dan Prebiotik untuk Kesehatan
Gizi.net - Usus dulunya hanya dipandang sebagai gudang penyimpan makanan dan tong sampah sisa pencernaan makanan. Belakangan cara pandang ilmuawan berubah. Usus dianggap organ penting sejak diketahui ada milyaran mikroba dalam usus yang berperan bagi kesehatan.

Bakteri atau flora usus ada sekitar 100-400 jenis. Jumlah keseluruhan dalam usus mencapai trilyunan. Secara sederhana dikelompokkan sebagai bakteri baik (misalnya Bifidobacterium, Eubacterium dan Lactobacillus) dan bakteri jahat (Clostridium, Shigella, dan Veillonella).

Bakteri-bakteri itu hidup dalam kesimbangan. Jika kesimbangan terganggu, bakteri jahat alias bakteri patogen (penyebab penyakit) meningkat, maka kesehatan orang yang bersangkutan akan terganggu.

Upaya menyeimbangkan flora usus dibahas dalam seminar “Trend Makanan Sehat: Prebiotik dan Probiotik” yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), akhir pekan lalu.

Salah seorang pembicara. Dr Rina Agustini Ahmad MSc, peneliti dan pengajar pada South East Asian Ministers of Education Organization—Tropical Medicine and Public Health (SEAMEO-Tropmed) Pusat Kajian Gizi Regional Universitas Indonesia menyatakan, kestabilan flora usus bisa terganggu antara lain oleh antibiotika, infeksi bakteri dan virus, kemoterapi, radiasi, pola makan, stres dan iklim.

Bakteri jahat mengeluarkan racun yang bisa menyebabkan diare serta mengeluarkan enzim yang mendorong terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan. Sebaliknya, bakteri baik akan menghasilkan antibiotika alami yang membantu keutuhan mukosa usus, proses metabolisme, serta meningkatkan kekebalan tubuh. Bakteri baik ini disebut probiotik.

Konsep probiotik sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu. Namun baru awal abad ke-19 dibuktikan secara ilmiah oleh Ilya Metchnikoff, seorang ilmuawan Rusia yang bekerja di Institut Pasteur, Paris. Metchnikoff mendapatkan, bangsa Bulgaria yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi yogurt (susu fermentasi) tetap sehat dalam usia lanjut.

Susu fermentasi diketahui mengandung bakteri asam laktat yang mampu meningkatkan kerja enzim galaktosidase yang memudahkan pencernaan laktosa dalam usus, meningkatkan kualitas nutrisi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah kanker dan mengatasi diare.

Probiotik juga dipercaya dapat mencegah konstipasi, meningkatkan metabolisme mineral terutama kalsium, mengurangi bakteri Helycobacter pylori yang menyebabkan infeksi lambung berkepanjangan.

Kemampuan probiotik mengatasi diare telah diteliti di negara maju dan berkembang.

Definisi diare menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah buang air besar encer atau cair lebih daripada tiga kali sehari. Diare disebabkan jahat maupun virus dalam usus. Contohnya, Clostridium difficile yang menyebabkan diare pada orang dewasa dan rotavirus yang menimbulan diare pada anak

Pengobatan diare yang disarankan WHO adalah rehidrasi dengan cairan mengandung natrium dan kalium untuk menggantikan cairan dan elektrolit tubuh yang hilang. Antidiare atau antimuntah tidak dianjurkan untuk diberikan. Antibiotik hanya digunakan pada kasus diare invasif seperti disentri atau kolera.

Bagi sebagian ahli, lanjut Rina, rehidrasi dianggap tidak cukup. Penderita diare perlu nutrisi untuk memulihkan kondisi usus. Pemberian probiotik dapat menjadi alternatif pengelolaan nutrisi pada penderita diare.

Penelitian Isolauri dari Finlandia di laboratorium mendapatkan probiotik mampu mencegah invasi bakteri jahat dan memproduksi antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri jahat. Uji klinis yang dilakukan Savedra di AS membuktikan efek positif Bifidobacterium bifidum pada 55 anak penderita diare akut.

Penelitian di Pakistan dan Thailand membuktikan, Lactobacillus GG dapat mengurangi jumlah pasien yang mengalami diare persisten.

Pemberian Lactobacillus GG mampu memendekkan durasi diare dari 3,5 hari menjadi 2,5 hari pada anak yang dirawat di rumah. Konsentrasi serum antibodi IgA untuk melawan rotavirus meningkat secara signifikan apada anak yang diberi probiotik.

SEAMEO-Tropmed Pusat Kajian Gizi Regional melakukan penelitian di Indonesia dan Vietnam. Uji klinis di dua rumah sakit di Jakarta menunjukkan pemberian probiotik Lactobacillus ramnosus dikombinasi dengan prebiotik setelah rehidrasi oral pada 58 bayi penderita diare akut dengan dehidrasi sedang dapat mengurangi lama diare, lama rawat inap, dan pengobatan. Tidak ditemukan efek samping. Penderita tidak diberi antidiare maupun atibiotika.

Di Vietnam dilakukan uji komunitas untuk melihat efek probiotik dalam mencegah diare apada anak di bawah usia tiga tahun. Pemberian susu kedelai yang difermentasi dengan Lactobacillus bulgaricus, Steptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium dapat menurunkan kejadian diare pada anak pedesaan Vietnam.

Probiotik yang bermanfaat, demikian Rina, harus memenuhi kriteria diproduksi dalam keadaan hidup dalam jumlah banyak, tetap hidup dan stabil selama penyimpanan dan penggunaan serta dalam ekosistem usus. Hal serupa dikemukakan Dr Inggrid Waspodo MSc MBA dari Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (P3T) Biotek, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Makanan probiotik bisa berbentuk susu fermentasi, yogurt, keju,mentega, sari buah dan susu formula yang difortifikasi dengan bakteri asam laktat. Akhir-akhir ini probiotik juga diformulasi dalam bentuk tablet maupun kapsul suplemen. Namun sejauh ini belum ada jaminan jumlah probiotik sesuai dengan iklan serta tetap hidup saat mencapai usus.

Manfaat probiotik dapat dicapai bila probiotik melekat pada sel mukosa usus. Probiotik dari makanan belum banyak dibuktikan bisa melekat di mukosa usus. Karenanya untuk memperoleh manfaat dari makanan probiotik, orang harus terus menerus mengonsumsinya.

Prebiotik, demikian Inggrid, merupakan kelompok oligosakarida seperti rafinosa, stakhios, agalakto-oligosakarida, frukto-oligosakarida, frukto-oligosakarida, inulin, serta beberapa jenis peptida dari protein yang tidak dapat dicerna, sehingga mencapai usus.

Prebiotik merupakan nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik, tapi tidak cocok bagi bakreri jahat, sehingga bisa meningkatkan bakreri baik dalam usus. Kombinasi probiotik dan prebiotik untuk meningkatkan kesehatan tubuh disebut sinbiotik.

Prebiotik secara alami terdapat pada biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan. Produk olahan kedelai seperti tempe, tahu, dan tauco, kaya akan prebiotik. Rina menambahkan, prebiotik juga dapat diperoleh dari akar tanaman Chichorium intybus, gandum utuh, bawang bombay, bawang putih,dan pisang. (atk)

Sumber: Kompas, Minggu, 27 Januari 2002

Baik atau Burukkah, Kebiasaan Minum Teh

Sama halnya dengan kopi, kebiasaan minum teh sudah banyak dilakukan sejak dulu tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri baik untuk pergaulan atau gaya hidup bahkan menjadi bagian yang menyatu dengan tradisi. Pada umumnya minuman ini disuguhkan pada saat tradisi kunjungan tamu, pertemuan, bagian dari sarapan pagi dan minuman disaat bersantai sore hari. Di derah Jawa Barat minuman teh terkadang dijadikan pengganti air putih yang dikonsumsi sehari-hari.

Konon sejak 5000 tahun yang lalu, kaisar Shen Nung dari negeri Cina telah memperkenalkan teh sebagai minuman yang berkhasiat untuk kesehatan karena dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Tanaman teh merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan kini telah ditanam di lebih dari 30 negara. Hingga saat ini dikoleksi 3.000 jenis tanaman, namun secara botani tanaman teh berasal dari satu jenis tanaman dengan hasil perkawinan silangnya. Bagian tanaman teh yang dapat dimanfaatkan untuk minuman adalah daunnya.

Aroma dan rasanya yang khas, menjadikan minuman teh yang merupakan hasil ekstrak daun dari tanaman teh ini sangat digemari baik oleh kalangan dewasa maupun anak-anak. Selain sebagai minuman biasa, sesungguhnya teh memiliki khasiat herbal untuk pengobatan dan kesehatan. Berdasarkan fakta dari berbagai studi yang telah dilakukan, Dewan Teh Amerika Serikat (Tea Council of the U.S.A) telah merekomendasikan minum teh sebagai aktivitas yang perlu digalakkan mengingat manfaatnya dalam memelihara kesehatan tubuh manusia.

Mengapa teh bermanfaat bagi kesehatan? Ternyata terdapat beberapa kandungan aktif dalam teh seperti: polyphenols (10-25%), dan komponen organik lainnya seperti vitamin C (150-250 mg%), vitamin E (25-70 mg%) , ß-carotene (13-20%), caffein (45-50 mg%), dan fluor (0,1-4,2 mg/L) . Sedangkan aroma dan cita rasa yang khas pada teh dikarenakan adanya komponen kandungan volatile. Kandungan polyphenols pada minuman teh berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah berkembangnya sel kanker dalam tubuh selain juga terbukti memiliki kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan beberapa bakteri yang menyebabkan keracunan makanan. Manfaat lain dari polyphenols adalah untuk mengurangi penimbunan kolesterol dalam darah dan mempercepat pembuangan kolesterol melalui feces.Beberapa vitamin seperti vitamin C dan E dapat membantu untuk memperkuat daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan jantung, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan vitamin A dalam bentuk kandungan betakaroten. Kandungan unsur Fluor yang cukup tinggi dalam teh, selain dapat membantu dalam mencegah tumbuhnya karies pada gigi serta memperkuat gigi, juga untuk mencegah Osteoporosis atau pengeroposan tulang. Kandungan caffein pada teh untuk pemakaian yang wajar dapat membantu menyegarkan tubuh melalui pengaruhnya terhadap sistem syaraf tubuh untuk merangsang pengambilan oksigen.

Namun dibalik itu semua ternyata pada kebiasaan minum teh yang tidak sewajarnya memiliki pengaruh yang buruk juga bagi kesehatan. Adanya kandungan caffein pada teh dapat menyebabkan proses penyerapan makanan menjadi terhambat, selain itu caffein mempunyai efek ketergantungan dan hal ini berakibat tubuh menjadi tidak fit bila tidak mengkonsumsinya. Pada ibu menyusui, caffein berpengaruh terhadap kelenjar ASI sehingga menghambat kelancaran dan ketersediaan ASI, sedangkan pada bayi zat ini dapat mengakibatkan usus bayi menjadi kejang. Kandungan mineral dalam teh memiliki kecenderungan membantu terbentuknya batu ginjal, hal ini perlu diperhatikan terutama pada penderita ginjal.

Bagaimanakah sebaiknya kita mengkonsumsi teh yang sehat? Disarankan untuk mengkonsumsi minuman teh sebanyak 5 cangkir ukuran 200 ml setiap hari. Jumlah tersebut memiliki batas normal kadar kafein yang dapat dikonsumsi yaitu setara 750 mg/hari. Usahakan menyeduh teh dengan air yang tidak terlalu panas dan sebaiknya jangan ditambahkan gula untuk mencegah rusaknya zat-zat yang dikandung dan hilangnya manfaat teh. Dalam kebiasaan sehari-hari, hindari minum teh saat perut kosong sebab dapat meningkatkan produksi asam lambung sehingga berpengaruh pada percernaan.

Demikian saran untuk tetap dapat melakukan kebiasaan minum teh secara teratur dan aman agar memperoleh manfaat dari senyawa yang terkandung dalam teh.


2010/03/21

Khasiat buah pisang

Jangan menyepelekan khasiat buah pisang. Selain menjadi favorit sebagian besar atlet lokal maupun internasional, karena mengenyangkan tapi tak membuat gemuk, pisang juga sangat berkhasiat bagi kesehatan serta kecantikan.

Buah ini tak hanya mudah di cerna, tapi juga mengandung 9 kandungan gizi dan mengembalikan energi. Dibanding buah lain, pisang memang cenderung mudah dinikmati karena tidak perlu lagi diolah.

Asal tahu saja, sebuah pisang yang matang akan mengandung 99 gram (gr) kalori, 1,2 gr protein, 0,2 gr lemak, 25,8 miligram (mg) karbohidrat, 0,7 gr serat, 8 mg kalsium, 28 mg fosfor, 0,5 mg besi, 44 RE vitamin A, 0,08 mg vitamin B, 3 mg vitamin C dan 72 gr air.

Namun untuk mendapatkan manfaatnya, Anda perlu cermat memilih. Pasalnya hanya pisang yang matang saja yang dapat mengubah gula darah menjadi glukosa alami, serta cepat diabsorsi ke dalam peredaran darah.

Ciri-ciri pisang yang matang, adalah pisang yang kulitnya berwarna hijau kekuning-kuningan dengan bercak cokelat atau kuning. Semua kandungan dalam pisang matang tersebut, akan memberikan beberapa manfaat kesehatan, terutama bagi:

1. Sumber Tenaga
Pisang dapat dicerna dengan mudah, sehingga gula yang terdapat didalamnya akan diubah menjadi sumber tenaga yang baik untuk pembentukan tubuh, kerja otot dan juga sangat bagus untuk menghilangkan lelah.

2. Ibu Hamil
Wanita yang tengah hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi pisang, karena mengandung asam folat tinggi yang penting bagi kesempurnaan janin, pembentukan sel-sel baru dan mencegah terjadi cacat bawaan.

Sebuah pisang matang, akan mengandung sekitar 85-100 kalori. Sehingga dengan memakan dua pisang segar, kebutuhan asam folat yang sekitar 58 mikrogram dapat terpenuhi. Di samping itu pisang akan membantu menjaga kadar gula darah yang dapat mengurangi morning sick, sehingga pisang sangat baik untuk cemilan ibu hamil.

3. Penderita Anemia
Kandungan zat besi yang cukup tinggi pada pisang, dapat menstimulasi produksi hemoglobin dalam darah bagi penderita anemia. Dua buah pisang sehari, sangat baik untuk penderita anemia.

4. Penderita Sakit Maag
Sebagai buah yang dapat dikonsumsi langsung, pisang tak membuat iritasi atau kerusakan usus bagi penderita maag. Buah ini sering digunakan untuk melawan penyakit usus, sebab teksturnya lembut.

Pisang juga dapat menetralkan kelebihan asam lambung dan melapisi perut sehingga mampu mengurangi iritasi. Bagi yang mengalami penyakit usus atau kolik akibat asam lambung, Anda dapat mengkonsumsinya dengan di campur pada segelas susu cair.

5. Penderita Penyakit Lever
Bagi penderita lever, dua buah pisang sehari dengan tambahan satu sendok madu, akan baik untuk menambah nafsu makan dan meningkatkan kuat.

6. Penderita Luka Bakar
Khusus untuk penderita luka bakar, Anda dapat menggunakan daun pisang sebagai pengobatan. Caranya, kulit yang terbakar dioles dengan campuran abu daun pisang dan minyak kelapa. Campuran ini mampu mendinginkan kulit yang terbakar.

7. Yang Mengalami Stress
Pisang mengandung potasium, yaitu mineral vital yang membantu menormalkan detak jantung, mengirim oksigen ke otak dan mengatur keseimbangan kadar air dalam tubuh. Ketika mengalami stress, metabolisme tubuh akan meningkat drastis sehingga mengurangi kadar potasium tubuh. Dengan pisang, potasium dalam tubuh kadarnya akan seimbang.

8. Penderita Stroke
Berdasarkan riset The New England Journal of Medicine, mengkonsumsi pisang setiap hari akan menurunkan resiko kematian akibat stroke hingga 40%.

9. Mengontrol Temperatur
Di beberapa negara, pisang dipandang sebagai makanan pendingin yang dapat menurunkan temperatur fisik dan emosional ibu hamil. Di Thailand contohnya, ibu hamil mengkonsumsi pisang untuk memastikan bayi lahir dengan temperatur sejuk.

10. Meningkatkan Kekuatan Otak
Di sebuah sekolah Inggris, 200 pelajar mampu menyelesaikan ujian akhir hanya dengan sarapan pisang. Mereka juga kerap mengkonsumsi pisang saat jam istirahat serta makan siang, sebab pisang mampu meningkatkan kekuatan otak.

Sekolah Inggris tersebut merupakan responden sebuah riset, dan membuktikan bahwa kandungan potasium pada pisang membuat para pelajar jadi lebih aktif dalam proses belajar.

Di sisi lain, pisang juga bermanfaat bagi kecantikan. Seperti juga pada buah-buah lain, seperti alpukat, bengkuang dan mentimun, pisang juga kerap dijadikan sebagai masker wajah, atau untuk mengatasi rambut rusak dan menghaluskan tangan.

Pisang juga punya peranan dalam menurunkan atau menaikkan berat badan. Sebuah penelitian telah membuktikan, bahwa seseorang mampu menurunkan berat badannya dengan berdiet pisang.

Bila ingin menghilangkan berat badan, caranya gampang. Setiap hari konsumsilah empat buah pisang dan empat gelas susu non fat atau susu cair dalam sehari. Lakukan selama tiga hari dalam seminggu.

Dari pisang dan susu tersebut, Anda mendapatkan 1,250 kalori. Menu ini cukup menyehatkan bagi tubuh Anda. Selain menurunkan berat badan, diet pisang juga membantu kulit wajah menjadi lebih bersih dan tidak berminyak.

Sedangkan yang ingin menambah bobot tubuh, konsumsilah satu gelas banana shake yang dicampur madu, kacang dan mangga, sesudah makan. Menu ini bila dikonsumsi setiap hari, akan membantu menaikkan berat badan.

Belum banyak yang tahu, bahwa pisang ternyata juga mampu membantu perokok mengatasi kecanduan nikotin. Kandungan vitamin B6 dan B12 yang terdapat di pisang, dapat menetralisir pengaruh nikotin dalam tubuh. Bahkan enzim bromelain yang terkandung di pisang pun, terbukti dapat meningkatkan libido pria.
Sumber : izoel pada http://www.halohalo.co.id/berita/berita/12/3/1107/Khasiat%20Pisang%20Untuk%20Kesehatan%20dan%20Kecantikan.htm

TIDAK SEMUA BUAH DAN SAYURAN SEGAR COCOK DISIMPAN DI DALAM KULKAS


Buah dan sayuran merupakan komoditi pertanian yang sangat mudah mengalami kerusakan (perishable commodities), setelah proses panen dilakukan. Hal ini disebakan karena komoditi tersebut masih melakukan proses kehidupan sebagaimana lazimnya makhluk hidup lainnya, meskipun telah dipisahkan dari pohon induknya. Buah dan sayuran tersebut masih melakukan aktivitas pernapasan (respirasi) untuk kelangsungan kehidupannya dengan mengandalkan sumber energi yang tersedia didalam produk itu sendiri, dengan tidak ada lagi suplai dari luar seperti saat masih pada pohon induknya. Lambat laun sumber energi yang tersedia akan habis, selanjutnya buah dan sayuran tersebut pun akan sangat cepat mengalami penuaan, rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Laju kerusakan yang terjadi berbanding lurus dengan kecepatan respirasi yang dimiliki oleh buah dan sayuran segar bersangkutan. Semakin cepat laju respirasinya, maka semakin cepat pula terjadinya kerusakan pada buah dan sayuran tersebut. Oleh karena itu, buah dan sayuran segar sangat memerlukan teknologi penanganan pasca panen yang sempurna setelah dilakukannya proses pemanenan. Sedapat mungkin buah dan sayuran terhindar dari kerusakan fisik, baik saat panen maupun dalam proses penanganan pasca panen termasuk dalam proses pengangkutannya. Terjadinya kerusakan fisik dapat memicu terjadinya peningkatan laju penuaan pada buah dan sayuran segar, disamping penampakan fisik buah dan sayuran bersangkutan menjadi jelek sehingga daya jualnya pun akan menurun. Dalam proses penanganan pasca panen, berbagai teknologi telah tersedia termasuk teknologi pra-pendinginan yang bertujuan untuk mengurangi suhu lapang pada buah sesaat setelah panen, sehingga proses metabolisma pada buah dan sayuran dapat diperlambat sebelum dilakukannya aplikasi teknologi penyimpanan lainnya. Teknologi-teknologi pasca panen lainnya seperti aplikasi atmosfir termodifikasi, pelilinan, penyimpanan sistem hipobarik, penyimpanan suhu rendah serta banyak lagi teknologi penyimpanan lainnya dalam proses penanganan pasca panen pada buah dan sayuran segar.
Namun demikian, aplikasi penyimpanan suhu rendah merupakan teknologi paling umum dipraktekkan sehari-hari dalam upaya meningkatkan masa simpan buah dan sayuran segar yang akan dikonsumsi. Salah satu teknologi penyimpanan dingin yang sering diaplikasikan oleh masyarakat umum adalah penyimpanan dengan menggunakan kulkas. Dalam praktek kehidupan sehari-hari hampir semua jenis buah dan sayuran segar yang dibeli oleh masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga, disimpan di dalam kulkas sebelum dikonsumsi dengan tujuan untuk memperpanjang masa kesegarannya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan tanpa memperhatikan kesesuaian suhu simpan untuk masing-masing jenis buah dan sayuran. Biasanya beberapa jenis buah maupun sayuran disimpan tercampur dalam satu kulkas dengan kondisi suhu yang sama. Padahal masing-masing buah dan sayuran mempunyai kisaran suhu simpan yang berbeda-beda. Pada umumnya suhu di dalam kulkas kira-kira tidak melebihi 10oC bahkan kurang dari kisaran suhu tersebut. Dilain pihak, beberapa jenis buah dan sayuran segar memerlukan suhu penyimpanan melebihi 10oC untuk mempertahankan tingkat kesegarannya dalam waktu masa simpan tertentu. Sehingga apabila buah dan sayuran yang berbeda-beda jenisnya disimpan di dalam satu kulkas, maka beberapa jenis buah dan sayuran yang tidak cocok dengan suhu kulkas akan mengalami kerusakan dingin. Contohnya; buah pisang akan mengalami kerusakan dingin signifikan jika disimpan di dalam kulkas. Hal ini disebabkan karena buah pisang mempunyai suhu optimal penyimpanan diatas 10 oC, tergantung varietas dan faktor-faktor lainnya seperti tingkat kematangan buah, dsb. Kerusakan biasanya ditandai dengan terjadinya pencoklatan (browning) pada kulit buah , disamping terjadinya kehilangan cita rasanya. Terdapat banyak lagi buah dan sayuran segar selain buah pisang yang akan mengalami kerusakan dingin jika disimpan di kulkas, diantaranya tomat hijau, beberapa jenis jeruk, mangga, pepaya, nenas, mentimun, dan melon. Persentase dan gejala kerusakan dingin untuk masing-masing buah berbeda-beda, tergantung kepada jenis dan lama penyimpanan di dalam kulkas. Sedangkan buah dan sayuran segar yang bisa tahan lama disimpan dalam kulkas seperti; apel, anggur, pear, strawberry, alpukat, orange, asparagus, brokoli, kol, jagung, bawang hijau, kentang dan bayam.
Kerusakan dingin adalah merupakan kerusakan fisiologis yang terjadi pada kebanyakan tanaman tropis dan subtropis jika di tempatkan pada suhu terlalu rendah tetapi masih diatas suhu beku. Penyebab utama terjadinya kerusakan dingin adalah rusaknya struktur selaput sel di dalam buah dan sayuran akibat suhu yang terlalu rendah. Kerusakan selaput sel terjadi karena terjadinya perubahan fluiditas pada selaput jika disimpan pada suhu yang terlalu rendah, dibawah ambang suhu minimum untuk masing-masing jenis buah dan sayuran. Disinyalir bahwa suhu yang sangat rendah ini menjadikan selaput sel mengalami transisi fase fisik, yaitu dari bentuk cairan kristal di dalam selaput menjadi struktur gel yang padat. Mekanisme terjadinya kerusakan dingin dapat dijelaskan bahwa ketika suhu penyimpanan direndahkan, maka komponen lemak pada selaput sel pada suhu kritis akan memadat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang akhirnya mengakibatkan keretakan pada selaput sel. Keretakan ini kemudian memicu meningkatnya permeabilitas sel, yang merupakan salah satu ciri utama terjadinya kerusakan dingin. Disamping itu, perubahan yang terjadi di dalam selaput sel akibat suhu yang terlalu rendah, dapat menyebabkan meningkatnya aktivasi energi pada sistem enzim di dalam selaput yang pada akhirnya memicu terjadinya ketidakseimbangan dengan sistem enzim diluar selaput, serta dapat mengurangi kecepatan reaksi di dalam selaput sel. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan meningkatnya akumulasi zat-zat metabolit seperti piruvat, asetaldehida dan etanol diantara sistem glikolisis dan mitokondria. Kejadian-kejadian ini akan memunculkan gejala-gejala kerusakan dingin yang dapat dilihat, dan gejalanya akan berbeda-beda pada masing-masing buah dan sayuran. Hal ini tergantung kepada tingkat suhu yang digunakan serta lama penyimpanan, kultivar dan tingkat kematangan buah dan sayuran. Namun demikian, gejala yang paling umum dijumpai adalah dapat berupa bercak-bercak pada permukaan buah dan sayuran, terjadinya perubahan warna pada kulit (misalnya pencoklatan pada kulit buah pisang), terjadinya perubahan cita rasa, serta lebih mudah terinfeksi oleh jamur pasca panen selama fase penyimpanan. Berbagai metoda dapat digunakan untuk mengurangi gejala kerusakan dingin yang timbul akibat penyimpanan buah dan sayuran pada suhu kritis. Metoda-metoda tersebut meliputi perlakuan kimia maupun fisik; seperti penggunaan etanolamina, etoksikuin, sodium benzoat, perlakuan panas, atmosfir termodifikasi, penyimpanan dengan kondisi hipobarik, pemanasan berkala, dsb. Namun demikian metoda-metoda ini umumnya diaplikasikan pada skala komersial maupun percobaan laboratorium. Sedangkan untuk skala rumah tangga metoda-metoda ini dianggap tidak efisien dan efektif. Sehingga metoda yang paling aman digunakan terutama pada skala rumah tangga adalah selektiftivitas terhadap buah dan sayuran yang akan disimpan ke dalam kulkas. Dianjurkan untuk sebaiknya tidak menyimpan buah dan sayuran peka suhu dingin ke dalam kulkas, karena hal bukannya memperpanjang masa simpannya tetapi sebaliknya buah dan sayuran akan menjadi rusak dan tidak layak dikonsumsi lagi. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam melakukan penyimpanan buah dan sayuran segar ke dalam kulkas sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan pada buah dan sayuran tersebut. Tulisan ini merupakan bahan informasi khususnya mengenai teknologi penyimpanan dingin, terutama pengaruh penyimpanan suhu kritis terhadap kualitas buah dan sayuran segar. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bermanfaat dalam melakukan proses penyimpanan dingin buah dan sayuran segar ke dalam kulkas, terutama pada skala rumah tangga.
OLEH: MUHAMMAD TAUFIQ RATULE
Peneliti Teknologi Pasca Panen
Pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara

2010/03/16

PENYIMPANAN ATMOSFIR TERKENDALI PADA PENGAWETAN BUAH-BUAHAN & SAYURAN

Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS


Sayuran dan buah-buahan dikenal sebagai hasil pertanian yang mudah rusak (busuk). Walaupun data mengenai jumlah kerusakan pasca panen sayuran/buah-buahan di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun dari data yang berhasil dikumpulkan diperkirakan bahwa kerusakan tersebut mencapai lebih dari 25%.

Kerusakan tersebut terutama disebabkan karena penanganan pasca panen (termasuk pengepakan dan pengangkutannya) yang kurang baik, suhu rata-rata harian dan kelembaban udara di Indonesia yang cukup tinggi, serta belum adanya sistem pengawetan yang memadai yang diterapkan untuk komoditi tersebut.

Penyimpanan pada suhu rendah (cold storage) merupakan cara yang baik untuk mengawetkan bahan pangan, tetapi sayang sekali untuk beberapa macam sayuran/buah-buahan cara ini tidak dapat dilakukan karena bahan akan merusak komoditi tersebut. Dalam tulisan ini akan diperkenalkan suatu cara pengawetan sayuran dan buah-buahan yang dikenal dengan sebutan ”Controlled Athmosphere Storage” yang kami terjemahkan menjadi ”Penyimpanan Atmosfir Terkendali”

Bahan Hidup

Sesungguhnya semua hasil pertanian setelah dipanen masih merupakan bahan hidup, bukan benda mati. Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen dikatakan masih hidup karena masih melakukan proses pernafasan seperti halnya kita semua.

Proses pernafasan tersebut adalah pengambilan gas oksigen dari udara yang digunakan untuk pembakaran bahan-bahan organik, dan mengeluarkan gas karbondioksida (CO 2) serta air sebagai hasil sisa proses pembakaran tersebut.

Mengapa sayuran/buah-buahan melakukan peroses pernafasan? Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh energi, dan energi ini akan digunakan untuk melakukan proses-proses metabolisme lain, misalnya perubahan warna dari hijau menjadi kuning, pembentukan gula dari pati, pembentukan aroma dan sebagainya.

Hasil dari seluruh proses metabolisme tersebut adalah kita mendapatkan buah matang, berwarna kuning, harum baunya dan manis rasanya. Apabila proses pernafasan tersebut terus berlangsung, maka yang akan terjadi adalah kebusukan, karena terjadinya perombakan-perombakan bahan organik di dalam sayuran/ buah tersebut.

Pengawetan

Bagaimana cara menahan pematangan buah? Tadi telah disinggung yaitu antara lain dengan menggunakan suhu rendah (pendinginan). Pada suhu rendah, aktifitas metabolisme termasuk pernafasan buah tersebut menjadi lambat, sehingga proses pematangan buah juga menjadi lebih lambat. Oleh sebab inilah mengapa sayuran/buah-buahan yang disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas) menjadi tahan lama disimpan.

Meskipun demikian, ternyata cara pendinginan tidak dapat dilakukan terhadap semua jenis sayuran/buah-buahan. Sering kita temukan bahwa buah-buahan yang kita simpan di dalam lemari pendingin menjadi berbintik-bintik cokelat dan rasanyapun menjadi tidak enak. Inilah yang dikenal sebagai “kerusakan dingin” (chilling injury), dan apabila hal ini berlanjut maka yang akan terjadi adalah kebusukan.

Dari uraian di atas, bahwa sayuran/buah-buahan setelah dipanen masih melakukan proses pernafasan, orang lalu berpikir bahwa apabila proses pernafasan tersebut dihambat, maka pematangan buah pun akan terhambat. Ternyata hal ini benar, dan inilah yang menjadi dasar penggunaan sistem penyimpanan atmosfir terkendali untuk mengawetkan saturan dan buah-buahan segar.

Prinsip

Prinsip pengawetan dengan cara ini adalah pengaturan jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang penyimpanan yang tertutup rapat, di mana kadar gas oksigen dikurangi sedangkan kadar gas karbondioksida dinaikkan. Dengan keadaan ini maka proses pernafasan sayuran/buah-buahan menjadi terhambat, sehingga proses pematangannyapun akan terhambat.

Sistem tersebut mula-mula diperkenalkan oleh Kidd dan West dari ”Low Temperature Research Station” di Inggris sekitar tahun 1920-an dengan sebutan ”Gas Storage”. Tetapi pada tahun 1940 sebutan tersebut ditinggalkan. W.R. Phillips dari ”Canada Department of Agriculture” adalah orang pertama yang memperkenalkan nama sistim tersebut sebagai ”Controlled Athmosphere Storage/CA-Atorage” (Penyimpanan Atmosfir Terkendali)

Dalam sistem penyimpanan ini, mula-mula sayuran/buah-buahan disimpan dalam ruangan penyimpanan. Kemudian ruangan tersebut ditutup rapat. Setelah itu, komposisi udara di dalam ruangan tersebut diatur, sehingga diperoleh kadar gas oksigen yang jauh lebih rendah daripada udara di luar sedangkan kadar gas karbondioksida sebaliknya.

Pengaturan komposisi gas tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pembakaran di dalam ruangan untuk menghilangkan gas oksigen atau dengan cara menyedot udara di dalam ruangan dan menggantikannya dengan campuran gas oksigen dan karbondioksida dengan perbandingan tertentu.

Untuk menyeimbangkan tekanan gas di dalam ruangan penyimpanan kadang-kadang ke dalam ruangan tersebut dimasukkan gas nitrogen. Akhirnya suhu ruangan penyimpanan diturunkan menjadi lebih rendah daripada suhu udara di luar, agar proses pengawetan komoditi tersebut menjadi lebih lama.

Tabel memberikan contoh pengawetan beberapa jenis sayuran dan buah-buahan tropis dengan sistem penyimpanan atmosfir terkendali.

Jenis buah/sayuran

Kadar CO 2

Kadar O 2

Suhu

Lama Penyimpanan

1. Adpokat

10%

2%

4,5 0C

40-60 hari

2. Pisang

7%

4%

14 0C

28 hari

3. Mangga

5%

5%

13 0C

?

4. Pepaya

5%

1%

13 0C

3 minggu

5. Kubis

5%

3%

?

1 bulan

6. Wortel

6%

2-3%

1 0C

?

7. Mentimun

2-5%

2-5%

10-13 0C

45 hari

Dari tabel dapat dilihat pengaruh penyimpanan atmosfir terkendali terhadap daya tahan simpan sayuran/buah-buahan. Komoditi tersebut umumnya hanya dapat tahan simpan paling lama 1 minggu (sudah mulai membusuk), tetapi dengan sistem pengawetan tersebut dapat tahan simpan (dan masihdalam keadaan baik) setelah 21 – 60 hari.

Prospeknya Di Indonesia

Mengingat potensi produksi dan tingginya angka kerusakan pasca panen komoditi sayuran dan buah-buahan di Indonesia, kiranya sistem tersebut di atas perlu dipikirkan sebagai salah satu alternatif untuk menyelamatkan hasil hortikultura kita. Bila kita renungkan, kalau angka kerusakan tersebut di atas dihitung sebagai 25% saja, berapa ratus ton hasil produksi sayuran/buah-buahan terbuang percuma dan berapa ratus juta rupiah kerugian yang diderita.

Tentu saja penerapan teknologi tersebut harus didahului dengan beberapa penelitian dan studi kelayakan, mengingat sentra-sentra produksi yang tersebar dan beranekaragamnya jenis sayuran/buah-buahan yang dihasilkan. Tetapi, sekali lagi, sistim tersebut perlu dipikirkan sebagai salah satu alternatif penyelamatan hasil hortikultura kita yang masih banyak terbuang percuma.

Sumber : Sinar Harapan, 4 Januari 1984

2010/03/07

TITRASI REDOKS

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan konsentrasi kafein dalam sampel teh.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999).

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Ared + Boks Aoks + Bred

Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:

Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)

Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.

Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001).

Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut :

Fe Fe2+ + 2e-

Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :

½ O2 + H2O + 2e- 2OH-

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).

Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar 2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5% (Vogel, 1985).

Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi.Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan Iodium.Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi dan oksidasi (Syukri, 1999).

Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)

I2 + 2e- 2I-

2S2O32- S4O62- + 2e-

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol.Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.

Rumus bangun 1,1,7-trimetil-xanthena

N

N

N

O

N

O

Kristal natrium thiosulfat dengan rumus kimianya Na2S2O3.5H2O, meskipun garam natrium thiosulfat mudah dperoleh dalam keadaan murni, tetapi oleh karena kandungan air krisatalnya tidak dapat diketahui dengan tepat sehingga larutannya tidak dapat digunakan sebagai larutan standar primer, artinya untuk menjadi larutan standar, larutan natrium thiosulfat harus distandarisasikan dahulu menggunakan larutan standar lain (primer) seperti K2Cr2O7, KIO3, Cu dan lain-lain. Penggunaan pelarut air yang tentunya masih mengandung CO2 yang dapat bebas, meskipun penguraiannya sangat lambat. Disamping hal tersebut, terjadinya penguraian juga disebabkan karena keaktifan bakteri Thiobacillus Thioparus (Arsyad, 2001).

Kalium dikromat merupakan pereaksi oksidasi yang cukup kuat, potensial standar dari reaksi :

Cr2O7 + 14 H+ + 6 e- 2Cr2- + 7 H2O

Akan tetapi ia tak sekuat permanganat atau ion Serium (IV). Keuntungannya adalah tidak mahal, sangat labil dalam larutan, dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk pembuatan larutan standar dengan menimbang langsung. Sering digunakan sebagai larutan standar primer untuk larutan natrium thiosulfat (Irfan, 1986).

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Karyadi, 1994).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu takar 100 mL, erlenmeyer, timbangan, gelas beker, kertas saring, corong, batang pengaduk, dan buret..

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah K2Cr2O7, HCl pekat, larutan Kl 1 N, larutan amilum, larutan Na2S2O3 0,1 N, teh sepeda balap, akuades, alkohol, H2SO4 10%, larutan iodium 0,1 N, dan indikator kanji.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat

1. Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7 dalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan sampai batas.

2. Dipindahkan seluruh larutan dalam Erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat.

3. Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, dikocok hingga homogen.

4. Ditambahkan larutan amilum, kemudian larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O30,1 N yang ingin distandarisasi hingga warna larutan berubah menjadi hijau.

B. Analisis Kadar Kafein dalam Teh

· Preparasi Sampel Teh

1. Ditimbang 25 gram teh kering, dimasukkan dalam gelas beker.

2. Ditambahkan 100 mL akuades, kemudian didihkan larutan sampai 30 menit sambil diaduk sesekali. Angkat, lalu disaring.

3. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga volumenya berkurang menjadi sekitar 20 mL, diangkat dan didinginkan filtrat.

· Analisis Kadar Kafein dalam Teh

1. Dimasukkan filtrat teh hasil preparasi dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen.

2. Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan 20 mL larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas, kemudian kocok larutan sampai homogen.

3. Diambil 20 mL larutan, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji.

4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang. Titrasi dilakuakn sebanyak 3 kali pengulangan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

a. standarisasi larutan natrium tiosulfat

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7dalam labu takar, diemcerkan sampai tanda batas

V K2Cr2O7 mula-mula = 25 mL

V K2Cr2O7 stlh diencerkan = 100 mL

Seluruh larutan dipindahkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat

_

Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, kocok hingga homegen, dititrasi

Larutan berwarna coklat tua

Ditambahkan larutan amilum, titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N yang ingin distandarisasi hingga larutan berwarna hijau

V = 39,45 ml

b. analisis kadar kafein dalam teh sepeda balap

· preparasi sampel teh

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Ditimbang teh kering

Dimasukkan dalam gelas beker

m = 2,5 gram

Ditambahkan akuades 100 mL, didihkan selama 30 menit.Diangkat lalu disaring

_

Filtrat diuapkan hingga volumenya berkurang menjadi 20 mL, diangkat lalu dinginkan.

_

· analisis kadar kafein dalam teh

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Filtrat teh hasil preparasi dimasukkan dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen

_

Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas kemudian kocok samapai homogen

_

20 mL larutan diambil, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji

_

Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang

Vrata-rata campuran = 20 mL

Vrata-rata Na2S2O7 = 4,95 mL

2. Perhitungan

a. standarisasi larutan Na2S2O3

Diketahui : Konsentrasi Cr2O7 = N label x Volume sebelumpengenceran

Volume sesudah pengenceran

= 0,1 N x 25 ml/ 100 ml = 0,025 N

Volume Cr2O7 sebelum pengenceran = 25 ml

Volume Cr2O7 sesudah pengenceran = 100 ml

Volume S2O3 = 39,45 ml

Ditanya : Konsentrasi S2O32- (N) = …..

Jawab : (i) Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2 Cr3+ + 7H2O + 3I2

Pada titik ekivalen, grek Cr2O72- = grek I2

(ii) I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Pada titik ekivalen, grek S2O32- = grek I2

I2 yang bereaksi pada reaksi (ii) = I2 yang dihasilkan pada reaksi (i) sehingga grek S2O32- = grek Cr2O72-

(N.V) x S2O32- = (N.V) x Cr2O72-

N S2O32- = (N.V) x Cr2O72-

V S2O32-

N S2O32- = 0,025 N x 100 ml

39,45 ml

= 0,063 N

b. Analisis kadar kafein dalam teh sepeda balap

Diketahui : Konsentrasi S2O32- = 0,063 N

Volume S2O32- = 4,95 ml

Konsentrasi I2 = 0,1 N

Volume I2 = 20 ml

Mr Kafein = 194 mgram/mmol

V awal = 20 ml

V pengenceran = 100 ml

Ditanya : Kadar Kafein = …..

Jawab : (i) kafein + I2 = senyawa reaksi hasil adisi

(ii) 2Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6

grek kafein + grek Na2S2O3 = grek I2

grek kafein = grek I2 - grek Na2S2O3

massa kafein = (grek kafein/ 2 ) x Mr kafein x faktor pengenceran

= (N . V ) I2 - ( N . V ) S2O32- x Mr x V sesudah

2 V sebelum

= (0,1 N x 20 ml) – (0,063 N x 4, 95 ml) x 194 x 100/20

= 1637,51 mgram

= 1, 637 gram.

Kadar kafein = massa kafein x 100%

massa mula-mula

= 1,637 x 100% = 65,48%

2,5

B. Pembahasan

Pada standarisasi natrium thiosulfat, yang dilakukan adalah mengencerkan 25 ml larutan K2Cr2O7, 6 ml HCl dan 30 ml KI serta iodium yang dibebaskan melalui titrasi dengan natrium thiosulfat dengan menggunakan indikator amilum. Penggunaan larutan standar yang mengandung kalium iodida dan kalium iodat karena larutan ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam

IO3- + 5I- 3I2 + 3H2O

Untuk volume titrasi yang dihasilkan pada proses standarisasi ini yaitu berubahnya warna dari coklat tua menjadi kuning muda, dan setelah ditambahkan amilum dan kemudian dititrasi kembali maka perubahan warna yang terjadi adalah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi thiosulfat ini dilakukan agar larutan natrium thiosulfat menjadi larutan standar primer dan hal ini juga diperlukan agar kita dapat mengetahui konsentrasi larutan natrium thiosulfat tersebut yaitu sebesar 0,063 N.

Pada analisa kadar kafein dalam teh, alkohol yang digunakan dalam percobaan berguna untuk memisahkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam teh, karena dalam teh tidak hanya mengandung teh tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti minyak oli yang merupakan pewangi teh. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam suasana agar reaksi yang terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam daripada dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang ditambah dan kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi.

Penggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan belerang sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan tidak terjadi apabila thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium jika larutannya tidak diaduk maka reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh lebih cepat dari pada penguraian. Iodium mengoksidasi thiosulfat menjadi ion tetraionat reaksinya

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut:

I2 + amilum I2-amilum.

Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan teh karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfat. Dari perhitungan diperoleh massa kafein sebesar 1,637 gram, sehingga konsentrasi kafein pada proses titrasi dengan menggunakan sampel teh sepeda balap adalah 65,48%.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Normalitas larutan standar S2O32- sebesar 0,063 N.

2. Massa kafein yang terkandung dalam teh sepeda balap adalah sebesar 1,637 gr.

3. Kadar kafein pada teh sepeda balap sebesar 65,48%.

4. Standarisasi digunakan untuk mengetahui konsentrasi atau normalitas dari suatu larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung.

Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung.

Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta.

sumber;LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

PERCOBAAN III

TITRASI REDOKS

UNLAM

NAMA : ANNISA SYABATINI